Khutbah Jumat Masjid Bayt Al-Quran, Dr. Ahsin Sakho’ Muhammad: “Manusia harus dimanusiakan karena kemanusiannya!”

Khutbah Jumat Masjid Bayt Al-Quran,  Dr. Ahsin Sakho’ Muhammad: “Manusia harus dimanusiakan karena kemanusiannya!”

Mendengarkan khutbah siang tadi di Masjid Bayt Al-Quran yang disampaikan oleh Dr. Ahsin Sakho’ Muhammad, saya jadi tertarik untuk menuliskannya. Tentu tidak menuliskan semuanya sehingga menjadi teks khutbah yang utuh. Hanya saya tuliskan beberapa poin intinya saja.
***
Menyampaikan khutbah bertemakan Keadilan, beliau menyampaikan beberapa hal mengenai keadilan, yang pertama  mengenai Kebebasan seseorang dalam menganut agama tertentu. Apapun pilihan kepercayaan yang dianut, oleh siapapun wajib dihormati. Sejarah penindasan, bahkan yang berakhir pembunuhan terhadap kelompok tertentu yang disebabkan oleh kepercayaan yang dianut, sebenarnya sudah ada sejak lama, dan Al-Quran menyebutkan hal ini. Lihat misalnya dalam QS. 7: 123-124 dan QS. 85: 4-10.

Apa yang diuraikan Al-Quran mengenai umat terdahulu, oleh Allah disebutkan tiada lain adalah sebagai ibrah/nasehat bagi umat setelahnya. Maka kekerasan, penyiksaan dan bahkan berakhir dengan pembunuhan hanya karena perbedaan keyakinan, tak sepatutnya terulang.

Kedua al-Musawat, yakni kesetaraan - menghormati sesama manusia. Islam cukup detail  mengenai hal ini, bagaimana seseorang harus menghormati sesamanya. Bahkan dalam Al-Quran, Allah sendiri merasa tidak rela jika makhluk yang diciptakan melalui “tangan-Nya” (baca: kuasa-Nya) tak dihormati oleh makhluk lainnya. (QS. 38: 75).

Memperlakukan beda terhadap orang atau kelompok lain berdasar suku, ras, warna kulit dan keyakinan yang dianutnya, maka itu adalah sebuah kezaliman terhadap sesama. Sekali lagi, Allah tidak rela ciptaan-Nya dizalimi oleh sesama makhluk-Nya sendiri.

Hal ini senada juga dengan apa yang dikemukakan Nabi saw. bahwa “manusia bagaikan gigi-gigi sisir, tidak ada keunggulan bangsa Arab atas bangsa Ajam (non-Arab), kecuali berdasar taqwanya”, atau ungkapan lain “tidak ada keunggulan bagi kulit putih atas kulit hitam, kecuali sebab taqwanya”.

“Salah satu prinsip keadilan sosial adalah manusia harus dihormati (dimanusiakan) karena kemanusiannya,” tegas Dr. Ahsin.

Dalam sejarah, ada kisah –yang konon– mengenai putra Gubernur Mesir yang memukul seorang warga miskin. Lalu dipanggil oleh Sayyidina Umar bin Khattab dan beliau mengatakan “Mata ista’badtum al-nas wa qad waladathum ummahatuhum ahrara” (Sejak kapan engkau memperbudak orang lain, padahal ia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan bebas merdeka).

Pernyataan-pernyataan di atas adalah menjadi sebuah bukti kuat tentang persamaan manusia dan menjadi basis utama dalam relasi kemanusiaan. Maka, sifat merdeka yang dimiliki oleh setiap insan sejak kelahirannya,  harus dihormati bersama.


“Salah satu prinsip keadilan sosial adalah manusia harus dihormati (dimanusiakan) karena kemanusiannya,”

Ketiga adalah al-Muakhat, rasa persaudaraan. Sebagai manusia, sudah selayaknya kita harus memiliki kesadaran bersama bahwa sesama manusia hakikatnya adalah bersaudara.

“Baik itu saudara sesama manusia, saudara sesama tanah air (ukhuwwah al-wathaniyyah), ataupun sesama satu kepercayaan, ini semua harus kita pupuk bersama untuk menjadikan kita semua (menyadari bahwa kita) bersaudara”, terang beliau.

Selain itu, sesama manusia juga harus memiliki kesadaran untuk memupuk rasa kepedulian sosial. Dr. Ahsin menegaskan sebagai makhluk ijtima’i-makhluk sosial, manusia tak bisa terlepas satu sama lain.

Beliau mengutip Syair Abu al-Ala’ al-Ma’arri, seorang filsuf dan penyair Arab (w. 1057), ia mengatakan:  “al-nas li al-nas min badwin wa hadharatin, ba’dhun li ba’dhin wa in lam yasy’uru khadamu”. Seseorang, baik mereka berasal dari pedesaan maupun perkotaan, sejatinya mereka semua menjadi khadim (pelayan) bagi yang lainnya, meski mereka tak menyadarinya.

Dari hal-hal di atas, kita harus menyadari bahwa keadilan tak dapat terwujud tanpa gerak dan peran kita bersama. Keadilan dalam hal apapun itu. Karena melanggar keadilan adalah awal suatu kerusakan masyarakat.

Wallahu a’lam

Pondok Cabe, 28 Februari 2020

Previous Post Next Post