Takwa merupakan prinsip utama dalam Islam. Kata ini disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 15 kali, menandakan bahwa ketakwaan adalah inti ajaran yang wajib tertanam dalam diri setiap Muslim. Secara ringkas, terma “takwa” berasal dari akar kata waqa-yaqi-wiqayatan yang berarti menjaga, memelihara, atau melindungi.
Dalam prospek cendekiawan Muslim, takwa dipahami sebagai wujud kesalehan pribadi yang tercermin melalui kepatuhan terhadap perintah Allah dan keseriusan dalam menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Sebagian pendapat melaporkan bahwa takwa juga bermakna menjauhi segala hal yang dihalalkan secara eksesif.
Selain itu, takwa mencakup proses penyucian diri dari dosa yang belum diwujudkan. Sehingga akan muncul tekad yang erat untuk meninggalkannya. Sebab, niat adalah penyekat antara manusia dengan maksiat. Hal ini tergambar jelas dalam sabda Rasulullah Saw yang ditransmisikan dari Umar bin Al-Khaththab:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari, no. 1; Muslim, no. 1907)