Ibuku adalah Rumahku
karya : Hasby Muhamad Ilyas
Sejak aku mengenal dunia, Ibu adalah tempat pertama yang kurasakan aman.
Pelukannya adalah dinding yang melindungi, senyumnya adalah atap yang menaungi, dan
kasih sayangnya adalah lantai yang menopang langkahku. Dalam setiap sudut kehidupanku,
Ibu adalah rumah. Ia bukan sekadar sosok yang melahirkanku, melainkan tempat aku pulang
ketika dunia terasa begitu asing dan dingin. Ibu juga tempat berceritaku ketika aku tertimpa
masalah.
Ketika aku masih kecil, Ibu adalah dunia yang tak terbatas. Ia mengajarkan cara
berjalan, berbicara, dan bahkan mengenal baik buruknya hidup. Setiap malam, ia
meninabobokanku dengan lagu-lagu lembut yang hingga kini masih terngiang di telingaku. Ia
selalu memastikanku tidur dengan nyenyak meski dirinya sering terjaga hingga larut untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Aku ingat betul bagaimana Ibu selalu menyiapkan sarapan
sebelum aku bangun, memastikan aku memulai hari dengan penuh energi.
Seiring bertambahnya usia, aku mulai menyadari bahwa menjadi seorang ibu bukanlah
tugas yang mudah. Aku sering melihat kerutan di wajahnya yang kian bertambah, bukti dari
kerja keras dan pengorbanannya. Meski begitu, ia tak pernah mengeluh. Baginya,
kebahagiaanku adalah prioritas. Ia rela mengorbankan banyak hal demi memastikan aku
mendapatkan yang terbaik, dari pendidikan hingga kebahagiaan kecil seperti membuat nasi
kuning untuk merayakan ulang tahun anak-anaknya, terlihat sederhana tapi itu membuatnya
dengan penuh kasih sayang yang penuh makna.
Ibu adalah rumah dalam arti yang lebih dalam. Ia adalah tempatku merasa diterima
tanpa syarat. Ketika aku membuat kesalahan, ia adalah orang pertama yang menegur, tetapi
juga yang pertama memaafkan. Dalam pelukannya, aku merasa semua beban dunia seakan
menghilang. Ia memiliki cara unik untuk membuatku merasa bahwa tidak ada masalah yang
terlalu besar untuk dihadapi, asalkan aku percaya pada diriku sendiri dan percaya apa yang Ibu
katakan.
Namun, aku juga menyadari bahwa aku sering kali lupa mengapresiasi keberadaannya.
Kesibukan sehari-hari sering membuatku lupa untuk sekadar bertanya, “Apakah ibu baik-baik
saja?” Padahal, ia selalu ada untukku, mendengarkan keluh kesahku tanpa pernah menunjukkan
bahwa ia pun memiliki beban yang harus ditanggungnya. Kini, aku berusaha untuk lebih peka,
untuk lebih banyak mengucapkan terima kasih atas segala hal kecil yang telah ia lakukan.
Ada satu momen yang tak pernah kulupakan. Saat aku berada di titik terendah dalam
hidupku, Ibu adalah satu-satunya yang tetap berdiri di sisiku. Ia memberiku kekuatan ketika
aku merasa hancur. Dengan kata-kata lembutnya, ia berkata, “Kamu selalu punya rumah untuk
kembali. Apa pun yang terjadi, Ibu akan selalu ada untukmu.” Kata-kata itu menjadi semacam
pelita yang membimbingku keluar dari kegelapan dan membuat hatiku merasa lega dan tenang
ketika sudah bercerita ke Ibu.
Ibu adalah cerminan cinta tanpa pamrih. Ia tidak pernah meminta balasan atas semua
yang telah ia berikan. Baginya, melihatku tumbuh menjadi pribadi yang baik sudah lebih dari
cukup. Namun, aku tahu bahwa ia pantas mendapatkan lebih dari sekadar itu. Aku ingin
menjadi anak yang bisa ia banggakan, seseorang yang dapat memberikan kebahagiaan yang
selama ini ia tanamkan dalam hidupku.
Kini, aku mencoba untuk menjadi rumah bagi Ibu, sebagaimana ia selalu menjadi
rumah bagiku. Aku ingin memastikan ia merasa dicintai, dihargai, dan tidak pernah merasa
kesepian. Aku belajar untuk mendengarkan ceritanya, tentang keluh kesah keseharianya, masa
mudanya, tentang mimpinya yang mungkin belum sempat terwujud. Aku ingin ia tahu bahwa
kehadirannya adalah anugerah terbesar dalam hidupku.
Ibu adalah rumahku, tempat aku selalu merasa nyaman, aman, dan dicintai. Dalam doadoanya, aku menemukan kekuatan. Dalam pelukannya, aku menemukan ketenangan. Dan
dalam senyumnya, aku menemukan alasan untuk terus melangkah maju. Aku berharap suatu
hari nanti aku bisa menjadi rumah bagi orang lain, seperti Ibu telah menjadi rumah bagiku.
Terima kasih, Ibu. Untuk segala cinta, pengorbanan, kasih sayang dan pelajaran hidup yang
telah kau berikan. Engkau adalah rumah yang tak tergantikan, tempat yang selalu kurindukan,
dan sosok yang akan selalu kucintai selamanya.
Biografi Penulis
Perkenalkan
aku Hasby Muhamad Ilyas. Remaja asli
Tegal, Jawa Tengah yang lahir tepat pada tanggal 31 Maret 2003. Sekarang
saya menempati dibangku perkuliahan, di Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon (UINSSC) Fakultas Ushuluddin dan Adab (FUA), Ilmu Aquran dan Tafsir (IAT). Akhir - akhir ini aku sedang menunjukan bakat terpendamku melalui dunia
literasi.
Remaja yang sedari MTs sangat menyukai novel dan puisi. Aku jugaa pernah mengikuti lomba karya
cipta puisi antar Daerah, walaupun tidak mendapatkan juara, aku tetap merasa
senang dan bersyukur. Karena puisiku mendapatkan harapan 20 besar dari 300
peserta yang mengikuti karya lomba cipta puisi, terlebih karya puisiku juga sudah
dibukukan. Untuk pertama kalinya aku mencoba ikut event cipta puisi dan juga untuk pertama
kalinya cipta puisiku ini langsung dibukukan oleh sang juri. Dengan hal seperti itulah aku menyukai dunia literasi, serta mencari event - event menulis nasional. Entah itu puisi, cerpen ataupun novel.
Selain suka didunia literasi aku pun sangat suka berohlahraga hampir setiap
harinya, karena dengan berolahraga menjadikan sehat jasmani. Aku pun mempunyai cita - cita untuk menjadi seorang abdi negara yang belum tercapai saat ini. Dulu
pertengahan tahun 2022 dan awal tahun
2023, aku pernah mendaftar TNI 3 kali, akan tetapi allah belum memberikan hal tersebut untukku, dengan hal demikian mungkin allah ingin memberikan yang terbaik untukku. Untuk sekaranng masih ingin mencoba
dan terus mencoba untuk mendaftar. Harapanya untuk kesempatan kali ini bisa diterima, aamiin