Hari libur adalah ajang yang tepat untuk beristirahat dan refleksi diri. Dalam Islam, waktu luang hendaknya dimanfaatkan secara bijak, tidak hanya untuk kebutuhan jasmani, tetapi juga untuk meningkatkan spiritualitas dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Hal ini tercermin dalam Surah Al-‘Ashr ayat 1–3 yang memberikan peringatan kepada umat manusia untuk mengelola waktu secara optimal, termasuk saat masa libur. Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir fi Al-Aqidah wa Al-Syariah wa Al-Manhaj, menjelaskan bahwa Surah Al-‘Ashr memuat pedoman normatif tentang prinsip hidup ideal, yakni beriman, beramal saleh, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran sebagai upaya menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.
Salah satu wujud pemanfaatan waktu libur yang produktif ialah memotorinya untuk pendalaman ilmu, sekaligus sebagai ruang istifadah atau pengayaan pengetahuan. Dengan demikian, masa liburan tidak sekadar waktu senggang tanpa aktivitas, melainkan momentum bernilai untuk memperluas wawasan dan mengembangkan kapasitas intelektual.
Sumber : Olahan Data Penulis
Secara leksikal, kata istifadah berarti mengambil manfaat atau memperoleh faedah. Dalam konteks ini, istifadah dimaknai sebagai proses pembelajaran yang dilakukan dengan memanfaatkan setiap peluang yang ada, serta mengoptimalkan berbagai sumber yang dapat memperluas pengetahuan dan memperkaya intelektual.
Dalam kitab Ta’lim Al-Muta’alim karya Syekh Az-Zarnuji, meinstruksikan para pelajar agar senantiasa memotori waktu untuk belajar dan istifadah ilmu. Sebagaimana ditegaskan melalui kutipan syairnya:
تَعَـلَّـمْ فَــإِنَّ الْـعِلْـمَ زَيـْنٌ لِأَهْــلــِهِ # وَفَــضـْلٌ وَعـُـنـْوَانّ لِـكـُلِّ مَـــحَامِـدٍ
وكــن مـستـفـيدا كـل يـوم زيـادة # من العـلم واسـبح فى بحـور الفوائـد
“Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. Dan menjadi tanda dan keutamaan bagi setiap yang terpuji. Jadilkanlah hari-harimu untuk menambah ilmu dan berenanglah di lautan keutamaan ilmu”.
Bahkan Al-Qur’an secara eksplisit mendorong manusia agar tidak menyia-nyiakan waktunya dalam kemalasan atau keadaan tanpa aktivitas, terutama saat masa libur tiba. Anjuran ini terekam jelas dalam Surah Al-Insyirah ayat 7 sebagai seruan untuk mengisi waktu luang dengan aktivitas yang produktif.
فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ
“Apabila engkau telah selesai (dengan suatu kebajikan), teruslah bekerja keras (untuk kebajikan yang lain),”
Ibnu Katsir, dalam karya monumentalnya Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim, menjelaskan bahwa makna ayat tersebut adalah ketika seluruh urusan duniawi dan kesibukan telah dituntaskan, maka sepatutnya seseorang mengarahkan tekadnya secara sungguh-sungguh untuk beribadah kepada Allah Swt. Ibadah tersebut hendaknya dilandasi dengan ketulusan niat, kesungguhan hati, serta disertai harapan akan meraih rida-Nya.
Berdasarkan penafsiran tersebut, dapat ditegaskan bahwa hari libur seyogyanya tidak dimaknai sebagai waktu kosong tanpa adanya kegiatan, melainkan sebagai ruang produktif yang strategis dalam ber-istifadah ilmu, yakni memanfaatkan setiap kesempatan guna meraih manfaat keilmuan secara maksimal dan menjadikannya sebagai sarana untuk memperluas wawasan serta meningkatkan kapasitas intelektual secara berkelanjutan.
Penulis : Zaenal Habin Haqq | Editor : M. Iwan Ramdhani