![]() |
| Prof. Haziyah Hussin ketika sesi penyampaian. Dok Pribadi |
Guru Besar Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Prof. Haziyah Hussin, menjadi salah satu pembicara utama dalam sesi International Conference pada The 8th Annual Meeting of Asosiasi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (AIAT) se-Indonesia yang digelar di UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, 28 November hingga 1 Desember 2025. Dalam presentasinya, Prof. Haziyah menyoroti transformasi signifikan dalam dunia penafsiran Al-Qur'an di Malaysia, mulai dari era klasik hingga digitalisasi modern.
Tiga Dimensi Transformasi Tafsir
Prof. Haziyah menguraikan transformasi tafsir di Malaysia ke dalam tiga dimensi utama: Konteks Sejarah, Metodologi, dan Digitalisasi.
Secara historis, tafsir di Malaysia berkembang pesat pada awal abad ke-20 dengan masuknya pengaruh modernis seperti Madrasah Al-Manar. Perkembangan ini melahirkan karakteristik tafsir yang khas, dari pendekatan Tahlili (analitis) dan Ijmali (global) menuju pendekatan tematik yang lebih relevan dengan isu-isu kontemporer.
Digitalisasi dan Demokratisasi Ilmu Tafsir
"Digitalisasi memungkinkan tafsir diakses oleh siapa saja. Contohnya, aplikasi Tadabbur Centre dan live streaming pengajian tafsir yang kini populer, memungkinkan masyarakat awam untuk tidak hanya membaca tetapi juga memahami Al-Qur'an dengan lebih mudah," ujarnya.
Masa Depan Tafsir Nusantara
"Kita perlu 'networking' yang lebih luas, bukan hanya Malaysia-Indonesia, tetapi menjangkau dunia global. Digitalisasi adalah kunci untuk melestarikan identitas sejarah tafsir kita sekaligus membuatnya relevan untuk generasi masa depan," pungkasnya.

COMMENTS