Oleh: Muhammad Husni Mubarok
Dalam menerangkan perintah-perintah yang berhubungan dengan jalannya peribadatan, maka nabi Muhammad SAW adalah pengubah terbesar tentang hal ikhwal pergaulan hidup manusia bersama yang dikenal oleh dunia. Dalam menjalankan perubahan itu, ia tidak melupakan asas-asas demokrasi tentang persamaan dan persaudaraan, demikian juga dengan asas-asas sosialisme.
Menurut perintah agama yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW, semua orang islam, kaya atau miskin, dari berbagai suku bangsa dan warna kulit, pada setiap hari Jum’at harus datang dan berkumpul di masjid untuk menjalankan ibadah Jum’at dengan tidak mengadakan perbedaan sedikitpun juga tentang tempat atau derajat, di bawah pimpinan orang yang terpilih di dalam perkumpulan itu.
Dua kali dalam tiap-tiap tahun, semua penduduk kota atau tempat, datang dan berkumpul untuk menjalankan sembayang dan berjabat tangan serta berangkul-rangkulan satu sama lain dengan rasa persaudaraan yang tinggi, yaitu pada waktu menjalankan sholat iedul fitri dan sholat iedul qurban/adha.
Dan akhirnya tiap-tiap orang Islam
diwajibkan satu kali di dalam hidupnya untuk mengunjungi kota Makkah pada waktu
yang telah ditentukan, bersama dengan berpuluh-puluh dan beratus-ratus ribu
saudara sesama umat Islam. Di dalam pertemuan dan perkumpulan besar ini,
beribu-ribu mereka datang dari tempat yang jauh, semua berkumpul di satu tempat
dengan memakai pakaian yang sama berwarna putih dan sangat sederhana, buka
kepala dan kaki telanjang, orang yang rendah dan tinggi derajatnya, semua
menyatu dari berbagai macam bangsa, suku dan warna kulitnya. Semua berkumpul
memenuhi panggilan Allah SWT untuk menunaikan ibadah haji.
Kumpulan besar yang terjadi pada tiap-tiap tahun itu adalah satu pertunjukan sosialisme cara Islam yang mana merupakan contoh besar daripada persamaan dan persaudaraan. Di dalam perkumpulan itu tidak terlihat perbedaan sedikitpun juga antara seorang raja dengan hambanya. Hal ini bukan saja menanam tetapi juga melakukan perasaan, bahwa semua manusia itu satu persatuan dan diwajibkan kepada mereka untuk berlaku satu sama lain dengan persamaan yang sempurna sebagai anggota satu persaudaraan.
Kumpulan besar yang terjadi pada tiap-tiap tahun itu bukan saja menunjukan persamaan harga dan persamaan derajat di antara orang dengan orang, tetapi juga menunjukan persatuan maksud dan tujuan pada jalan kemanusiaan. Berpuluh-puluh ribu orang laki-laki dan perempuan, tua dan muda, datang di lautan pasir itu dengan segala kesulitan di dalam perjalanan yang mereka tempuh, hanya dengan satu maksud, yaitu untuk menunjukan penghormatan dan pujian kepada Allah, yang mungkin mereka bisa mendapatkan di mana pun dan pada tiap-tiap saat, tetapi kecintaan mereka kepada Allah itu diumumkan dalam satu kumpulan bersama-sama sebagai Tuhan mereka bersama, yaitu Tuhan yang mencintai mereka semua, Rabbul ‘alamin.
Cita-cita yang terlahir di dalam
kumpulan besar ini ialah guna menunjukan pada waktu yang bersama dan rasa
cinta-mencinta di dalam bathin, agar di dalam ruh tiap-tiap orang
Islam tertanam cita-cita yang berasal dari satu Tuhan dan cita-cita
persaudaraan di antara manusia dengan manusia.
Penulis merupakan mahasiswa IAT semester 5
Editor: Nurfadilah