Al-Qur’an adalah kitab yang mengatur berbagai aspek kehidupan
manusia, termasuk dalam hal bekerja. Dalam Islam, perintah untuk bekerja selalu
dijalankan dengan penuh dedikasi berdasarkan sinaran Al-Qur’an dan Sunnah.
Al-Qur’an mendorong umatnya agar bekerja keras dan mencari rezeki yang halal.
Aktivitas bekerja tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, tetapi juga dipandang sebagai bentuk ibadah dan pengabdian kepada
Allah Swt, yang telah menugaskan manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Oleh sebab itu, umat Muslim terus didorong untuk berusaha dengan tekun dan pantang
menyerah dalam mencari nafkah. Hal ini tercermin dalam Q.S At-Taubah: 105 yang
berbunyi:
وَقُلِ
اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ
وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
“Katakanlah (Nabi Muhammad), Bekerjalah! Maka,
Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan
dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia
akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”
Respons ayat tersebut sangat relevan dengan
peringatan Hari Buruh Internasional yang dirayakan di Indonesia setiap tanggal
1 Mei. Hari ini bukan sekadar hari libur biasa, melainkan simbol perjuangan
keras para pekerja di seluruh dunia untuk memperoleh hak-hak mereka di tengah
pesatnya perkembangan industri. Fenomena ini menunjukkan pentingnya mengikuti
sinaran Al-Qur’an yang selalu mengajak umat manusia untuk berlaku adil, berbuat
kebaikan, dan saling membantu, terutama dalam konteks dunia kerja dan industri.
Respons Al-Qur’an terhadap Hak Buruh
Memenuhi hak pekerja adalah kewajiban yang harus
dipenuhi oleh setiap pemberi kerja kepada karyawannya. Pemberi kerja tidak
boleh menunda atau mengurangi hak-hak mereka sedikit pun, karena hal itu
bertentangan dengan sinaran Al-Qur’an. Hal ini, dapat dilacak dalam rekaman Q.S
Asy-Syu’ara: 183. Allah Swt berfirman:
وَلَا
تَبْخَسُوا۟ ٱلنَّاسَ
أَشْيَآءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا۟ فِى ٱلْأَرْضِ
مُفْسِدِينَ
“Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
dengan membuat kerusakan.”
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’anil Azhim menjelaskan,
ayat tersebut berisi upaya larangan Allah Swt kepada para hambanya untuk tidak
merampas hak milik orang lain dengan cara intimidasi, seperti perampasan paksa
dan tindakan sejenis lainnya yang merugikan.
Sementara itu dalam Tafsir Jalalain, Imam Jalaluddin
Al-Mahalli dan As-Suyuthi berpendapat bahwa ayat ini menegaskan larangan untuk
mengurangi hak-hak orang lain sedikit pun, termasuk dengan melakukan
kriminalisasi atau berbagai bentuk kerusakan lainnya
Hal serupa juga diterangkan dalam Tafsir Jami’ Al-Bayan ‘an
Ta’wil Ayi Al-Qur’an karya Imam Ath-Thabari, menyatakan bahwa ayat ini
secara intens mengajak umat manusia untuk meninggalkan perilaku merugikan hak-hak
orang lain serta melarang perbuatan yang menimbulkan efek kerusakan di muka
bumi.
Sedangkan menurut Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir
Al-Mishbah, ayat ini mengandung pesan moral untuk menghindari berbagai
bentuk pelanggaran, seperti mengambil hak orang lain dalam segala cara,
termasuk mencuri, menipu, dan tindakan lain yang menimbulkan kerusakan atau
kemafsadatan.
Dari berbagai penafsiran tersebut, bisa disimpulkan bahwa perilaku
menindas atau merampas hak orang lain adalah perbuatan tercela dan bertentangan
dengan prinsip ajaran Islam. Terutama dalam konteks dunia kerja, seorang
majikan wajib memenuhi hak-hak pekerjanya. Karena segala tindakan yang
menimbulkan efek mafsadat bagi orang lain harus dihindari.
Respons
Al-Qur’an Mengenai Berlaku Adil
Berlaku adil adalah karakter yang sepatutnya dimiliki oleh setiap
individu Muslim, karena ia akan memberikan efek yang kuat dalam proses
interaksi manusia untuk mencapai keharmonisan hidup. Jika diilustrasikan dalam
dunia pekerjaan, maka sikap ini harus dipenuhi oleh setiap karyawan dan majikannya,
guna menciptakan hubungan yang baik diantara mereka. Hal ini, bisa dilacak
dalam rekaman Q.S An-Nahl: 90. Allah Swt Berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ
وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ
وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan
memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji,
kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu
ingat.”
Menurut Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’anil Azhim menyatakan,
ayat tersebut mengandung ajakan kepada para manusia untuk berlaku adil
(berperilaku moderat, pertengahan dan seimbang), dan berbuat kebajikan kepada
para hamba-hambanya.
Sedangkan dalam Tafsir Jalalain, Imam Jalaluddin Al-Mahalli
dan As-Suyuthi menjelaskan bahwa ayat ini memberikan respons kepada para
manusia untuk selalu berlaku adil dan menjauhi segala perbuatan keji, seperti
menganiaya orang lain dan sebagainya.
Hal senada pula disajikan dalam Tafsir Al-Mishbah, karya
Prof. KH Muhammad Quraish Shihab mengungkapkan bahwa ayat ini merupakan
tanggapan Allah Swt kepada para hambanya agar selalu bersikap adil dalam segala
aspek kehidupan. Keadilan yang dimaksud adalah memberikan hak kepada setiap
pihak yang terkait, tanpa merugikan sala satu pihak. Dalam konteks hubungan
kerja, hal ini berarti seorang majikan wajib memberikan upah sesuai kesepakatan
dan tidak menunda pembayaran hak pekerja.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa peringatan Hari Buruh bukan
hanya sebagai hari libur nasional yang dilewati tanpa ada arti. Lebih dari itu, jika dipahami secara
mendalam, momentum ini tidak hanya membawa perubahan fisik, tetapi juga
perubahan spiritual dan jiwa guna untuk membentuk pribadi yang lebih baik
berdasarkan sinaran Al-Qur’an dan Sunnah.
Penulis: Zaenal Habin El-Haq