![]() |
Kartun Muslimah. Pinterest/Adad Musa |
Haid memang sudah menjadi kodrat atau pengalaman biologis seorang perempuan. Ada beberapa aturan agama yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan saat Haid. Perempuan terkadang sulit membedakan antara tradisi yang tersebar di masyarakat atau aturan agama. Di zaman sekarang ini, banyak perempuan yang masih kurang pengetahuan mengenai hukum-hukum seputar haid khususnya pada hukum menyisir rambut dan memotong kuku.
Mungkin banyak dari kita yang belum mengetahui secara pasti hukum memotong
rambut dan kuku pada saat Haid. Dimulai dari hukum memotong rambut dan kuku,
hukum mengumpulkan rambut yang rontok, hingga hukum mencuci rambut dan kuku
yang terlepas pada saat Haid. Kita tentu sering mendengar nasihat orang tua
agar saat Haid kita mengumpulkan rambut yang tercecer. Karena rambut tersebut
jatuh dalam keadaan tidak suci.
Alasan tersebut dijelaskan oleh Syekh Sulaiman bin Umar Al-Jamal dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal dengan menukil pendapat dari Imam Al-Ghazali:
قَالَ فِي الْإِحْيَاءِ وَيَنْبَغِي لِلْإِنْسَانِ أَنْ لَا يُزِيلَ شَيْئًا مِنْ شَعْرِهِ أَوْ يَقُصَّ أَظَافِرَهُ أَوْ يَحْلِقَ رَأْسَهُ أَوْ عَانَتَهُ أَوْ يُخْرِجَ دَمًا أَوْ يُبَيِّنَ جُزْءً مِنْ نَفْسِهِ وَهُوَ جُنُبٌ؛ لِأَنَّ جَمِيعَ أَجْزَائِهِ تُرَدُّ إلَيْهِ فِي الْآخِرَةِ وَيُبْعَثُ عَلَيْهَا فَتَعُودُ بِصِفَةِ الْجَنَابَةِ وَيُقَالُ إنَّ كُلَّ شَعْرَةٍ تُطَالِبُ بِجَنَابَتِهَا
"Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin mengatakan: Sebaiknya orang tidak menghilangkan suatu bagian dari rambut, memotong kuku, menggundul kepala atau bulu kemaluan, mengeluarkan darah, ataupun melakukan hal lain terhadap bagian tubuhnya, sedangkan ia dalam keadaan junub. Sebab, semua bagian-bagian tersebut akan dikembalikan kepadanya di akhirat dan bersama bagian tersebut pula ia akan dibangkitkan. Maka (jika terpotong) akan kembali dengan sifat jinabahnya. Juga dikatakan, setiap rambut akan meminta pertanggung jawaban karena kondisi junubnya."
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, bagian tubuh yang
terlepas dari tubuhnya, sedangkan ia masih dalam keadaan tidak suci akan
bangkit meminta pertanggungjawaban di akhirat. Namun, Imam Al-Syarwani dalam
Hasyiyah mengatakan bahwa maksud dari anggota tubuh yang dibangkitkan kelak
maksudnya adalah anggota tubuh yang melekat sejak ia hidup hingga meninggal
dunia.
Maksudnya adalah anggota tubuh yang asli seperti tangan atau kaki, jika terpotong maka akan dibangkitkan kembali di Padang Mahsyar. Dengan demikian, rambut rontok tidak wajib dikumpulkan dan disucikan lagi. Pendapat ini diperkuat juga dengan sebuah riwayat, ketika Aisyah haid saat sedang melaksanakan haji. Ia bertanya kepada Rasulullah apa yang harus dilakukannya. Maka Rasulullah bersabda:
انقضي رأسك وامتشطي وأهلي بالحج ودعي العمرة
"Lepaskan ikatan kepalamu dan bersisirlah, lalu bertahallullah dengan
haji dan tinggalkan umrah." (H.R. Bukhari)
Berdasarkan hadis Imam Bukhari tersebut, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj mengatakan bahwa perempuan haid boleh melakukan potong rambut atau potong kuku. Pendapat ini juga diperkuat oleh Imam Ibnu Al-Utsaimin dalam Fatwa Nur Al-Darbi bahwa tidak benar jika perempuan tidak boleh memotong rambut dan kuku sebab tidak ada nash yang mengatakan demikian. Maka berdasarkan pendapat para ulama diatas, jika memotong saja tidak dipermasalahkan maka rambut yang rontok saat Haid tidak perlu dikumpulkan lalu disucikan. Sebab sebagaimana dalam riwayat Imam Hakim, pada dasarnya manusia itu tidak najis, hidup atau pun mati.
Penulis: Maftuha Salmah Salsabila | Editor: Taufik Fazri