Setiap tanggal 17 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Buku Nasional sebagai bentuk penghormatan terhadap dunia literasi dan upaya meningkatkan budaya membaca di tengah masyarakat. Namun nahas, di tengah gempuran perkembangan teknologi yang pesat dan banjir infomasi digital, minat baca di Indonesia masih tergolong rendah, bagaimana tidak?Menurut data terbaru dari UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, sekitar 0,001% atau hanya 1 dari 1.000 orang yang rajin membaca.Sedangkan menurut survei terbaru TGM (Tingkat kegemaran Membaca) pada tahun 2023 tercatat sebesar 66,77. Meskipun jumlah ini naik dari tahun sebelumnya, sebesar 63,90 angka ini sangat jauh dibandingkan dengan bangsa lain.Dalam rangking Asia tenggara, tercatat Indonesia menduduki peringkat Ke-3 dalam hal minat baca, Dan 31 dalam 102 negara secara global.Hal tersebut sudah dibuktikan melalui berbagai survei internasional. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan gadget. Sekitar 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget, menempatkan Indonesia di urutan kelima dunia dalam hal kepemilikan gadget. Menurut riset Emarketer, pada tahun 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia diperkirakan lebih dari 100 juta orang, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pengguna smartphone aktif terbanyak keempat setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.Bukan hanya karena penggunaan gadget yang berlebihan. Faktor lain seperti terbatasnya akses pendidikan, masalah ekonomi dan kemiskinan, kurangnya fasilitas, rendahnya minat belajar, hambatan bahasa, serta pengaruh budaya dan tradisi, ikut menyebabkan rendahnya tingkat literasi di Indonesia. Selain itu, masih banyak orang yang belum memahami pentingnya pendidikan.Hal ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang di sampaikan oleh Q.S. Al-Alaq : ayat 1 yang menekankan betapa pentingnya membaca. ْØ£َذ َّْÙ‚ َÙ‚ِاْسا َÙƒ لاَÙ„َب َْخرب ر ÙŠ ِÙ… ِِِ "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!"Menurut Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsir al-Qur'an al-Azim menjelakan Iqra’ (bacalah) bukanlah semata-mata membaca teks. Ketika Malaikat Jibril datang dan mengatakan iqra’, ia juga tidak membawa teks tertulis. Ayat ini juga tidak menyebutkan obyeknya. Sehingga, perintah membaca ini berlaku umum. Baik membaca teks maupun membaca konteks. Baik membaca ayat-ayat yang tersurat (ayat qauliyah) maupun ayat-ayat yeng tersirat (ayat kauniyah).Sementara itu, Prof. Dr. H. Muhammad Quraish Shihab, MA. Dalam tafsir Al-Mishbahmengemukakan bahwa kata Iqra’ berasal dari kata Qara’a yang berarti menghimpun. Ketika seseorang merangkai huruf atau kata dan mengucapkannya, itu disebut membaca. Karena itu, perintah membaca tidak harus merujuk pada teks tertulis dan tidak wajib diucapkan hingga terdengar orang lain.