Menjelang peringatan Hari Santri Nasional (HSN), kalangan pesantren di kejutkan oleh fenomena hoaks dan penghinaan terhadap kiai yang di tayangkan oleh salah satu media tv yang berbasis nasional. Hadinya fenomena ini, tentu menuai banyak ekspresi dan tanggapan dari berbagai kalangan pesantren khususnya Pondok Pesantren Lirboyo. Oleh karena itu, tulisan ini menjelaskan mengenai penghormatan guru bukanlah feodalisme melainkan sebagai wujud takzim (baca: hormat) kepada ahli ilmu, serta membahas tentang menggali keberkahan ilmu dengan menghormati guru menurut perspektif.
Profil Singkat Kitab Ta'lim al-Muta'allim
Kitab ta'lim al-muta'allim adalah karya imam az-Zarnuji yang ditulis untuk pedoman seorang murid dalam perjalanan mencari ilmu, kitab ini sangat terkenal di kalangan pesantren dan bahkan menjadi kurikulum wajib, kitab ini terkenal dengan isi kandungan yang membahas tentang akhlak secara komprehensif. Dengan kandungannya yang sarat untuk mengajak memulikan ilmu dan pemiliknya, kedudukan kitab tersebut selalu familier di kalangan pesantren Indonesia.
Di dalamnya, mencakup sekitar tiga belas fasal, yaitu 1) fasal definisi ilmu dan fikih serta keutamaannya, 2) fasal niat di waktu belajar, 3) fasal memilih ilmu, guru, teman, dan ketabahan berilmu, 4) fasal mengagungkan ilmu dan pemiliknya (guru), 5) fasal bersungguh-sungguh, istikamah, 6) fasal permulaan belajar, ukuran belajar, dan aturannya, 7) fasal tawakal (berserah diri), 8) fasal masa atau waktu belajar, 9) fasal kasih sayang dan nasehat, 10) fasal menggapai pelajaran, 11) fasal wara’ (memperjarak dari yang tidak jelas halal-haramnya), 12) fasal hal-hal yang mempermudah hafalan dan sebaliknya (susah menghafal), 13) fasal penyebab mengalirnya rizki dan memperpanjang usia atau umur.
Guru Sebagai
Jembatan dalam Mendapatkan Ilmu dan Keberkahan
Guru adalah role model utama dalam pembentukan
karakter dan moral anak bangsa, maka seyogyanya seorang murid menghormatinya.
Imam az-Zarnuji berkata: "seorang murid tidak akan mendapatkan ilmu
serta kemanfaatannya kecuali jika ia menghormati dan mengagungkan ilmu dan ahli
ilmu (seorang guru)." konsep
ini lebih dari sekadar hubungan antara guru dan murid, akan tetapi mencapai
hubungan yang bersifat kekeluargaan. Di mana seorang guru diposisikan sekaligus
berperan sebagai seorang ayah dalam urusan keagamaan. (lihat, az-Zarnuji, Ta'lim
al-Muta'allim, hal.19).
Keadaan di muka, direspons oleh sahabat Ali bin Abi
Thalib dengan sebuah syair dan dikutip oleh muallif (pengarang) dalam kitab
ta’lim al-Muta’llim, dengan teksnya:
أنا عبد من علمني حرفا واحدا، إن شاء باع و إن شاء أعتق و إن
شاء إسترق
Artinya : "aku adalah hamba seseorang
yang mengajarkanku satu huruf, jika ia ingin maka menjualku, jika ia ingin maka
memerdekakanku dan jika ingin maka aku menjadi budaknya"
Paparan
bait syair di muka, bisa ditarik kesimpulan sekaligus pelajarannya bahwa
selevel sahabat Nabi Muhammad Saw. (yaitu Ali) yang
mempunyai status mulia (bab al-ilm/pintunya ilmu) masih memberikan panduan
untuk selalu menghormati guru dan patuh akan perintahnya yang bersifat positif
(tidak bertentangan dengan syariat Islam).
Guru Adalah Pelopor Pendidikan Moral dan
karakter Anak Bangsa
Guru merupakan figur (uswatun, panutan) sentral
dalam pembentukan karakter dan moral generasi bangsa di masa depan. (lihat, faiz,
peran guru dalam pendidikan moral dan karakter, 2022) Maka dalam proses belajar
imam az-Zarnuji membahas bagaimana cara memilih guru, dari aspek ilmu dan wara’
(menghindar dari hal-hal yang syubhat), selain itu, imam az-Zarnuji juga
mengajarkan kepada murid agar senantiasa konsisten untuk menghormati guru
dan membelanya ketika ada yang mencacinya.Apakah
Penghormatan Guru Diposisikan Sebagai
Feodalisme Pesantren?
Kasus yang terjadi saat ini adalah penghormatan
dan takzim kepada kiai di anggap sebagai feodalisme pesantren, padahal tradisi
takzim dan khidmat kepada kiai (seorang guru) sudah berlangsung semenjak dahulu
kala bahkan sudah ada pada masa sahabat Nabi (zaman an-nubuwwah). Hal
tersebut bisa dikonfirmasi dengan ungkapan Ali yang selalu siap, taat, takzim,
dan patuh kepada gurunya, sebagaimana telah disematkan di pembahasan
sebelumnya. Oleh sebab itu, bagaimana mungkin hal tersebut (praktik hormat
guru) dikategorikan sebagai feodalisme? Padahal hakikatnya
ilmu ialah mulia, maka dengan kemuliaan ilmu seorang ahli ilmu pun ikut mulia.
Dengan demikian seorang murid harus memiliki
rasa takzim dan khidmat terhadap gurunya agar kemanfaatan ilmu mengalir kepadanya, seorang murid yang takzim
kepada gurunya bukanlah bentuk dari feodalisme pesantren akan tetapi sebagai
bentuk takzim dan khidmat terhadap guru tersebut.
Penulis: Muhammad Tanhillul Qori | Editor: Taufik Fazri
Apakah
Penghormatan Guru Diposisikan Sebagai
Feodalisme Pesantren?
COMMENTS